Lebih 'Enak' Hidup di Indonesia, Dibanding di Turki


Oleh Ahmad Dzakirin

Bagi orang asing, terutama seperti kita yang berasal dari iklim tropis- sungguh membutuhkan upaya lebih untuk beradaptasi iklim disini, tidak hanya pada musim dingin, namun juga pada musim panas. Saya tiba di Turki pada peralihan musim panas dan biasanya jam terang lebih panjang dari pada malam.

Jika kita hitung waktu terang dimulai antara habis subuh hingga maghrib, berarti berkisar kurang lebih 16 jam. Jam kerja normal mereka di musim panas, antara jam 8.30 pagi hingga 5 sore, mungkin tidak jauh berbeda dengan Indonesia.

Namun perbedaan, justru ada di waktu jam shalat. Waktu sholat subuh mereka mulai jam 4.15 pagi dan maghrib jatuh pada jam 8.30 malam. Itu artinya, waktu sholat Isya’ sekitar jatuh jam 10.00. Seorang Muslim taat di Turki baru beranjak tidur rata-rata mulai jam 10.30 dan harus bangun selambat-lambatnya jam 5 pagi untuk memenunaikan sholat subuh, selanjutnya berkemas berangkat kerja.

Kendati berada di awal musim panas, suhu rata-rata disini berada antara 18-22 derajat celcius sehingga disarankan tetap mengenakan jaket atau baju rangkap. Jika tidak, berarti anda harus bergerak dan tidak boleh terlalu lama duduk di ruang terbuka karena tubuh akan menjadi dingin dan badan menjadi linu. Seperti saya alami saat lupa membawa jaket. Untuk mengurangi rasa dingin, saya harus terus berjalan dan tidak boleh duduk lebih dari 5-10 menit di ruang terbuka.

Sebaliknya, jika musim dingin, kondisi yang sebaliknya terjadi, malam lebih panjang sedang waktu siangnya lebih pendek, belum lagi menghitung rendahnya temperatur, yang biasanya berada dibawah 0 derajat. Pada musim panas, diperkirakan lama waktu puasa ini bisa berlangsung 19 jam namun sebaliknya pada musim dingin, hanya singkat 7 jam. Pada musim dingin kemarin, orang lebih memilih tinggal dirumah dan keluar kecuali dalam keadaan darurat.

Saya menyebutnya sebagai kondisi anomali. Untuk dapat beristirahat lebih banyak, orang Turki harus menunggu musim dingin, namun untuk beraktivitas lebih panjang, mereka harus menunggu musim panas tiba. Kondisi iklim Turki tentu belum seekstrim dibandingkan wilayah sebelah baratnya, seperti Nowergia atau Islandia. Konon di negera dekat benua Arctic atau antartic, dalam satu musim, hanya berlangsung malam atau sebaliknya siang saja.

Dalam musim dingin, pelabuhan-pelabuhan dan sarana transportasi sering tutup atau diprediksikan kedepan, teknologi sendiri tidak mampu mengatasi ancaman musim dingin ekstrim.

Alhamdulillah, kita ditakdirkan hidup di negeri Ekuator, garis imajiner tengah dunia, dengan titik lintang 0 derajat. Matahari tepat berada diatas kita pada tengah hari. Karakter tengah (I’tidal) ini adalah keseimbangan, keteraturan dan kenyamanan dalam hidup. Dalam posisi ini, kita tidak perlu menunggu tiga atau enam bulan untuk lebih banyak bekerja atau tiga atau enam bulan lainnya untuk lebih banyak istirahat.

Dari sisi proporsi dan efisiensi, tentu kondisi ini lebih cocok bagi kita, karena metabolisme hidup manusia dari saat bangun, beraktivitas dan kembali tidur kita terbagi secara proporsional disepanjang waktu dan musim. Kita tidak perlu mengerjakan sesuatu dalam kondisi waktu yang anomali seperti di Turki atau negara-negara dekat benua Artic atau Antartic.

Pada musim panas, mereka masih bekerja pada jam 9 malam karena melihat langit masih tampak terang atau bekerja di malam hari karena memang tidak ada siang hari pada musim dingin atau sebaliknya, harus beristirahat sesuai jam tubuh kita sementara melihat langit selalu terang di musim panas seperti di Artic atau Antartic. Padahal, Alqur’an menyebut malam sebagai pakaian istirahat dan siang sebagai pelita bagi aktivitas kita. Wajaalna laila libaasa, wa jaalnan nahara maasya.

Karena itu, saya sangat bersyukur menjadi Indonesia karena ternyata kita yang dimaksud dalam ayat Allah tersebut. Tentu karunia Allah, yang dalam perspektif ekonomi disebut comparative advantage, harus menjadi kekuatan untuk bangkit,. Kalau seandainya, saya harus pergi ke negara-negara tersebut, niat saya tentu untuk kepentingan berwisata atau tinggal sementara waktu.

Fabiayyi ala irabbikuma tukadziban?




0 Response to "Lebih 'Enak' Hidup di Indonesia, Dibanding di Turki"

Posting Komentar