Antara Ikhwan dan Negara






Sedang ramai berita Syeikh Yusuf Qaradhawi ditetapkan sebagai buruan Interpol. Entah dari mana "fatwa" ini berasal. Yang pasti beliau sebagai salah satu ulama moderat di abad 20-21.



Qaradhawi, beliau adalah salah satu ulama yang dihormati dan dijadikan rujukan oleh kalangan Ikhwan (panggilan bagi Ikhwanul Muslimin), di seluruh dunia. Fatwa terbatas tentang ucapan natal seharusnya menjadi bukti bagi barat bahwa beliau sama sekali tak berbahaya. Pun barat menyetujui, dengan melepaskan Ikhwan dari label organisasi teroris. Toh partai hijau (Islam) yang ada di eropa, juga diisi oleh kalangan Ikhwan.



Kalau boleh merujuk Ulil dan Zuhairi Misrawi, corak islam eropa memang kental nuansa Ikhwan (kalo ga salah ingat). Islam yang modern dengan mudah berbaur dengan masyarakat eropa, menjadi pengacara, akuntan, politisi maupun pengusaha muslim dengan mudah akan dilabelkan pada Ikhwan (selain keturunan Turki tentunya).



Menjadi sangat lucu bila menghubungkan Ikhwan dengan gerakan radikal atas nama Islam, yang jelas-jelas menolak eksistensi negara. Bagi Ikhwan, negara adalah entitas yang tak bisa ditolak. Sejalan dengan Afghani, persatuan Islam bisa saja dijalankan oleh negara-negara, tanpa harus menghapus sama sekali eksistensi negara, seperti beberapa cita-cita gerakan lain.



Soal hubungan Ikhwan dan negara, Indonesia mempunyai sejarah yang patut menjadi rujukan. Pasca kemerdekaan, Indonesia membutuhkan pengakuan dari negara lain. Berangkatlah Sutan Syahrir, Agus Salim dan AR Baswedan ke Mesir. Di sana ketiganya menemui pimpinan Ikhwan, Hasan Al Banna. Dengan lobi Ikhwan, Raja Farouk pimpinan Mesir saat itu, mengakui kemerdekaan Indonesia.



Hasan Al Banna mengatakan bahwa kemerdekaan RI juga sebagai bentuk kemenangan dan persatuan umat Islam. Jadi tak heran bila negara-negara eropa menghapus Ikhwan dari daftar organisasi keras.



(Ibnu Dwi Cahyo)






0 Response to "Antara Ikhwan dan Negara"

Posting Komentar