Tugas Kita, Memaksimalkan Peluang






Oleh Nandang Burhanudin



Ada kawan yang menyabet juara ASEAN sebagai pustakwan terbaik. Padahal dulunya orang desa. Berkarir dari OB. Ikut ujian persamaan SMP-SMA-Kuliah. Kini ia menjadi tokoh literasi yang disegani di Indonesia. Padahal masih muda!



Ada ibu rumah tangga yang berpikir peluh atas anaknya yang tak bisa sekolah. Ia lalu merekayasa sistem pembelajaran. Kini sistem itu diakui Diknas, sebagai salah satu sistem pendidikan di Indonesia: Homescholing.



Ada Dr. Warsito, sosok yang kini dikenal pakar dan pencipta alat kesehatan. Ia melakukan reformasi bidang kesehatan, bahwa penyakit elit itu bisa disembuhkan dengan biasa alit (minim).



Ada TKW yang berjibaku di luar negeri, menjadi PRT hingga pramusaji di restoran. Kini ia sukses menciptakan bisnis kerajinan tangan dari rumah. Omsetnya milyaran!



Ada seorang pramuniaga HP. Tidak berkerudung. Lalu kemudian hijrah dan fokus belajar Al-Qur'an, hingga ia menjadi sosok hafizhah dan mendedikasikan diri sebagai musafirah bersama Al-Qur'an.



Ada orang desa yang jarang keluar kota. Hingga ia bekerja di sebuah travel, sebagai tukang angkut tas jamaah umroh. Namun ketekunannya, menjadikan ia bisa bolak-balik ke tanah suci tanpa uang alias gratiss .. tiss ..tiss!



Orang-orang besar itu berasal dari orang-orang pinggiran. Dipandang sebelah mata. Dianggap angin lalu. Adanya sama dengan tiadanya. Tidak menggenapkan atau mengganjilkan. Posisinya dahulu lebih sering menjadi korban telunjuk dan pelaksana titah, walah tertatih-tatih.



Demikian yang saya pahami. Kesuksesan tidak boleh digantungkan pada siapapun: personal, komunal, maupun jamaah apapun itu namanya. Mereka yang bisa memoles dan memulas diri, akan menjadi permata seiring waktu tanpa pandang bulu. Be your self! Jaddid hayaatak! Perbaharui hidup! Berhijrahlah!



Bayangkan, apa yang terjadi jika Dr. Warsito hanya diam dan menunggu Dinas KEsehatan mensuskeskan ia? Bayangkan dengan sang pustakawan, TKW, bos umroh, pramuniaga HP. Berapa lama ia harus menunggu waktu dan menanti hari, jika berdiam diri menanti kebaikan hati orang lain?



Siapapun kita harus memahami hal yang sama! Jika rihlah ke Mesir, Turki, Saudi, Jordan, Malaysia, China, Eropa, Australia, harus menanti giliran, mungkin akan terjadi saat lebaran monyet atau belut berjilbab! Mari ubah hidup kita! Caranya: Maksimalkan peluang yang ada dan terbuka, karena peluang itu tak akan terulang untuk kali yang kedua!













0 Response to "Tugas Kita, Memaksimalkan Peluang"

Posting Komentar